Thursday, February 28, 2013

Ketua DPR Jadi Penasihat Perusahaan Investasi Emas

KOMPAS/HENDRA A S ( Marzuki Alie)
JAKARTA, KOMPAS.com — PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS), perusahaan yang menawarkan investasi emas dengan imbal hasil tinggi ternyata menggaet sejumlah tokoh. Salah satunya adalah Ketua DPR Marzuki Alie.

Marzuki Alie mengaku bertindak sebagai penasihat GTIS. "Sebagai penasihat itu tidak ada dalam struktur perusahaan. Yang ada itu pemegang saham, komisaris, dan direksi," kata Marzuki lewat pesan singkatnya kepada Kontan.

Marzuki sendiri mengaku mengenal pemilik GTIS sebagai orang berkebangsaan Malaysia. Dia mengaku tidak mempunyai kaitan bisnis secara formal dengan GTIS. "Saya jelaskan saja bahwa saya tidak hobingumpulin harta kecuali yang bermanfaat untuk banyak orang. Jadi, tidak ada 1 gram pun saya pernah beli emas," ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'arud Amin yang juga menjadi Pengawas dan Penasihat GTIS membenarkan ucapan Marzuki Alie tersebut. Dia mengatakan, Marzuki Alie berposisi sebagai penasihat GTIS. Selain Marzuki ada juga mantan anggota DPR, Aziddin. Aziddin adalah bekas anggota DPR dari Fraksi Demokrat yang dicopot dari DPR sekitar 2006 lalu karena dituding sebagai calo perumahan haji.

Asal tahu saja, tawaran investasi GTIS masuk dalam pantuan Satuan Tugas Waspada Investasi (Satgas Waspada Investasi). Ketua Satgas Waspada Investasi Sarjito mengaku sudah mengawasi sepak terjang GTIS sejak akhir tahun lalu. Dia mengimbau masyarakat berhati-hati terhadap tawaran investasi berimbal hasil tinggi.

Sayangnya, General Manager GTIS Desmon mengaku tidak bisa memberikan penjelasan mengenai investasi GTIS. Dia berjanji menyampaikan permintaan Kontan kepada Direktur Utama GTIS Taufiq Michael Ong. Hingga sekarang, permintaan itu belum dipenuhi. (Anastasia Lilin Y, Teddy Gumilar, Yuwono Triatmodjo/Kontan)

Sumber Artikel : http://nasional.kompas.com/read/2012/06/19/11542243/Ketua.DPR.Jadi.Penasihat.Perusahaan.Investasi.Emas

Marzuki Alie Bantah Punya Kaitan dengan GTIS

Marzuki Alie saat ditemui di sela kampanye Dede Yusuf Macan Effendi-Lex Laksamana Zainal Lan di Mall Mega Bekasi, Selasa (12/2/2013).
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie membantah dirinya mendapatkan pundi-pundi dari pihak Gold Trade Indonesia Syariah (GTIS) yang melarikan investasi emas nasabahnya. Nama Marzuki Alie tercantum sebagai penasihat di situs GTIS.
"Kalau disebut penasihat dan ada dalam situs, artinya mereka telah memanipulasi fakta," tepis Marzuki di gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/2/2013). Dia menjelaskan awal keterkaitannya dengan GTIS dimulai dari pertemuannya dengan tamu yang diajak KH Azidin.

Pada pertemuan itu, KH Azidin membawa panji-panji Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga Marzuki menerimanya. Dalam pertemuan itu disebut GTIS bergerak dalam bidang ekonomi syariah dan akan membantu MUI. "GTIS akan berbisnis syariah dan akan membantu MUI dan dakwah di Indonesia," ujar dia.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu menambahkan, pertemuannya dengan GTIS kemudian berlangsung untuk kedua kalinya. Pada pertemuan kedua, Michael Ong, pria kewarganegaraan Malaysia yang memiliki GTIS, meminta Marzuki menuntunnya memeluk agama Islam. "Saya sahadatkan (Ong) di masjid DPR. Hanya di situ, selebihnya tidak tahu sama sekali. Perlu dicatat, tidak ada dana yang pernah saya terima terkait itu semua," tegas Marzuki.

Sebelumnya diberitakan, Pemilik Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) Taufiq Michael Ong dikabarkan kabur dari Indonesia. Pria kewarganegaraan Malaysia itu disebutkan telah meninggalkan Indonesia plus meninggalkan para nasabah investasi emasnya di GTIS.

Informasi tentang kepergian Michael Ong ke luar negeri ini beredar luas di internet, salah satunya forum Kaskus. Nasabah GTIS pun menjadi resah dan berupaya memastikan keberadaan Michael Ong. "Bahkan, saya dapat informasi, rekening dia di BCA sudah kosong semua," kata salah satu nasabah yang enggan menyebut nama, Selasa (26/2/2013).

Situs perusahaan GTIS yang beralamat di http://www.goldentradersinternational.com/, kini sama sekali tak bisa diakses. Kepergian Michael Ong tentu mengundang tanda tanya besar dan meresahkan, terutama bagi nasabah yang telah menanamkan uangnya di GTIS.

Belum ada informasi tentang jumlah dana masyarakat yang sudah dikumpulkan GTIS. Namun, boleh jadi, angkanya akan jauh lebih besar ketimbang dana nasabah yang tersimpan di Raihan Jewellery yang kini juga tak jelas rimbanya.

GTIS merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang menawarkan skema investasi berbalut emas batangan sejak 2009. Jaringan kantor cabangnya pun menyebar, antara lain ada di Jakarta, Medan, Surabaya, hingga Bangka-Belitung.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Sumber Artikel : http://nasional.kompas.com/read/2013/02/28/2229055/Marzuki.Alie.Bantah.Punya.Kaitan.dengan.GTIS

Kabar Boediono Akan Jadi Tersangka Sudah Di Halaman Muka



RMOL. Nama Boediono kembali ke tengah gelanggang setelah sekian lama hampir dilupakan terkait dugaan keterlibatannya dalam skandal Century. Kini, nama mantan Gubernur Bank Indonesia yang naik pangkat menjadi Wakil Presiden itu kembali dibicarakan.

Kali ini, setelah istirahat cukup lama karena berbagai kasus yang silih berganti muncul ke permukaan, nama Boediono muncul kembali namun tidak lagi disebut-sebut dalam kerangka "patut diduga" atau "kuat dugaan". Kali ini mantan direksi BI yang juga disebut-sebut terlibat dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu muncul dengan bingkai "kemungkian menjadi tersangka".

Rakyat Merdeka Online sudah menulis kemungkinan Boediono menjadi tersangka ini. Begitu juga dengan Inilah Review. Dalam Inilah Review, kemungkinan Boediono menjadi tersangka ini ditaruh di halaman muka. Dengan cover majalah yang didominasi wajah Boediono memakai topi, media ini menulis judul: Boediono Menghitung Hari.

Selama ini, termasuk dalam putusan paripurna DPR, Boediono disebut bertanggungjawab atas skandal Century. Dia dianggap bertanggung jawab karena mengubah aturan mengenai syarat CAR atau rasio kecukupan modal sehingga Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Boediono pun yang mendorong agar status Bank Century dari bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik berubah menjadi bank gagal yang berdampak sistemik. 

Kini, kemungkinan Boediono menjadi tersangka dalam kasus Century semakin kuat. Dalam ralam rapat dengan Timwas Century di DPR Rabu kemarin (27/2), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memastikan bahwa penyidik KPK akan segera terbang ke Amerika Serikat untuk memerika Sri Mulyani.

Sri Mulyani, yang saat itu menjabat Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), disebut-sebut sebagai pintu masuk untuk menyeret Boediono.

Disebutkan, KPK sebenarnya sudah punya alat bukti untuk menjadikan Boediono sebagai tersangka dalam skandal yang juga selalu dikaitkan dengan persiapan Pemilu 2009 itu. Namun meski punya alat bukti yang kuat, KPK butuh keterangan satu lagi dari Sri Mulyani. KPK pun sudah menyiapkan pertanyaan penting buat Sri Mulyani.

Satu di antara pertanyaan itu, apakah Sri Mulyani hanya menyetujui dana talangan untuk Century sebesar 600-an miliar, atau menyetujui hingga Rp 6,7 triliun. Bila jawaban pertama yang Sri Mulyani sampaikan, bisa dipastikan nasib Boediono sebagai wakil presiden yang dikabarkan lebih banyak diam dalam rapat-rapat kabinet itu akan segera tamat. [ysa]

Sumber Berita : http://m.rmol.co/news.php?id=100273

Johan Budi: KPK Siap Singkap Dugaan Korupsi Ibas dan Ani Yudhoyono


RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menelusuri dugaan korupsi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan putranya, Eddie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Keduanya disebut-sebut ikut kecipratan uang dari bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

"Siapapun, sekecil apapun informasi yang muncul, akan divalidasi KPK. Tetapi, asal dasarnya ada bukti-bukti, bukan berdasarkan pernyataan-pernyataan belaka," Kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di kantornya, Jakarta, Senin (25/2).

Dalam akun twitter AbimanyuAbiputro, disebutkan bahwa Ibas menerima aliran dana dari Nazaruddin. Akun tersebut memberikan bukti foto yang disebutnya sebagai laporan keuangan perusahaan Muhammad Nazaruddin yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan tersebut, putra SBY itu menerima US$ 900 ribu di kurun waktu 18 Januari-29 Desember 2010.

Selain Ibas, Nazaruddin juga mengalirkan dana ke mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, sebesar US$ 500 ribu untuk satu proyek. Aliran dana itu dialirkan dalam waktu yang sama dengan Ibas.

Selain itu, ada pemberitaan salah satu media nasional soal kemarahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Nazaruddin, sesaat sebelum eks Bendum Demokrat itu melarikan diri ke luar negeri, 23 Mei 2011. Menurut sumber media yang kala itu menyaksikan pertemuan tersebut, Presiden SBY sangat marah, sampai dua kali menggebrak meja.

Gebrakan yang pertama, setelah Nazar mengatakan bahwa Edhie Baskoro pernah menerima uang dari Nazaruddin yang diambil dari kas partai. Gebrakan kedua, yang menyebabkan meja terpelanting, dilakukan sesudah Nazaruddin menyebutkan Ani Yudhoyono pun menerima uang darinya US$ 5 juta yang berasal dari kas Demokrat, dan merupakan pemberian Pertamina.

Menurut Johan, pihaknya akan menelusuri apabila sudah ada laporan yang disertai alat bukti yang kuat.

"Jadi tidak hanya pernyataaan, tapi peryataan itu harus disertakan bukti,. Jadi KPK bisa telusuri hal itu. Siapapun itu, kedudukannya di depan hukum sama," jelas Johan. [ald]

Sumber Artikel : http://m.rmol.co/news.php?id=99916

Hatta Rajasa Dukung Penuntasan Century Agar Tak Jadi Beban Sejarah

  

RMOL. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Amerika Serikat terkait megaskandal bailout Bank Century Rp 6,7 triliun. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, paling cepat pemeriksaan terhadap salah satu Direktur World Bank itu akan dilakukan pada pekan depan.

Menteri Kordinator Perekonomian Hatta Rajasa mendukung upaya KPK menuntaskan penyelidikan megaskandal bailout Bank Century supaya tidak menjadi beban sejarah. Bagaimanapun, kasus Century kini sudah masuk ke ranah hukum.

"Sekarang proses politiknya sudah selesai, dan proses hukum di KPK. Saya percaya kredibilitas KPK," ujar Hatta di gedung Bank Indonesia Cabang Denpasar, Rabu (27 /2). 

Namun, ketua umum Partai Amanat Nasional itu enggan menomentari rencana KPK seperti disampaikan Ketua KPK Abraham Samad bahwa pihaknya akan memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani pekan depan di Washington DC, Amerika Serikat.

"Saya tak perlu mengomentari pendapat Ketua KPK," demikian Hatta. 

Pemeriksaan Sri Mulyani berlangsung di AS karena dia kini menjabat sebagai salah satu direktur Bank Dunia yang berkantor di Washington. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, lebih mudah KPK menemui langsung Sri Mulyani ke AS ketimbang memanggil yang bersangkutan pulang ke Indonesia.

Dia menegaskan penyidik akan meminta banyak keterangan dari Sri Mulyani terkait jabatannya sebagai Menteri Keuangan dan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada saat pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan Bank Century dari kebangkrutan. Termasuk akan mengkonfirmasi kabar adanya tiga surat Sri Mulyani kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sri Mulyani diketahui pernah mengirim tiga pucuk surat kepada SBY. Surat itu berisi laporan tentang kondisi Bank Century saat itu, langkah-langkah Komite Kebijakan Sektor Keuangan dalam rangka menyehatkan bank itu, dan soal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) senilai lebih dari Rp6 triliun yang akhirnya diperoleh Bank Century. [dem]

Kemungkinan Boediono Jadi Tersangka Semakin Kuat

BOEDIONO/IST

  

RMOL. Publik terus menanti gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar dan menuntaskan skandal Century. Dan penantian itu seakan-akan mendapat secercah harapan dari KPK belakangan ini.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, saat rapat dengan Timwas Century di DPR Rabu kemarin (27/2), memastikan bahwa penyidik KPK akan segera terbang ke Amerika Serikat untuk memerika Sri Mulyani. Sri Mulyani merupakan mantan pejabat negara yang sering disebut-sebut terlibat dengan skandal yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 triliun tersebut.

Nama pejabat negara lain yang juga disebut-sebut terlibat adalah mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono. Bahkan dugaan keterlibatan Boediono, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden, jauh mendahului dugaan keterlibatan Sri Mulyani, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Beredar kabar kuat, sebenarnya KPK sudah punya alat bukti untuk menjadikan Boediono sebagai tersangka dalam skandal yang juga selalu dikaitkan dengan persiapan Pemilu 2009 itu. Namun meski punya alat bukti yang kuat, KPK butuh keterangan satu lagi dari Sri Mulyani.

KPK disebutkan hanya menyiapkan beberapa pertanyaan penting buat Sri Mulyani dalam pemeriksaan yang akan dilakukan dalam pekan ini. Di antara pertanyaan itu, ada satu pernyataan yang sangat penting, yang juga sebenarnya sudah banyak beredar sejak lama. 

Pertanyaan itu, apakah Sri Mulyani hanya menyetujui dana talangan untuk Century sebesar 600-an miliar, atau menyetujui hingga Rp 6,7 triliun. Bila jawaban pertama yang Sri Mulyani sampaikan, bisa dipastikan nasib Boediono sebagai wakil presiden yang dikabarkan lebih banyak diam dalam rapat-rapat kabinet itu akan segera tamat. 

Untuk diketahui lagi, dalam satu kesempatan bertemu dengan Jusuf Kalla, pernah disebutkan Sri Mulyani sendiri sempat mengatakan bahwa ia ditipu oleh Boediono. Meski dalam rapat Pansus Centuryate, baik JK maupun Sri Mulyani tak menjawab, namun ungkapan Sri Mulyani ditipu Boediono diyakini benar adanya. [ysa]

Demokrat, Partai Selamat Tinggal


INILAH.COM, Jakarta - Pasca penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang, Partai Demokrat akan menjadi tinggal kenangan. Hal itu akibat beberapa petinggi partai itu terjerat kasus korupsi.

Penilaian tersebut disampaikan pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah. Menurutnya, setelah beberapa petinggi partai itu terjerat kasus korupsi, maka partai binaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut akan berantakan.

"(Demokrat) Partai selamat tinggal, karena tidak ada lagi figur yang dibanggakan di partai itu. Majelis partai itu akan berantakan. Karena semua terjerat kasus korupsi, termasuk ketua umum Anas Urbaningrum," tegas Iberamsjah kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (28/2/2013).

Lalu apakah partai binaan Susilo Bambang Yudhoyono itu akan lolos ke parlemen? Dia memperkirakan Partai Demokrat akan kecil kemungkinan untuk lolos ke parlemen. "Bisa, tapi akan sangat kecil sekali harapannya," tegas Iberamsjah. [yeh]

Anies Baswedan Pimpin Komite Etik KPK


INILAH.COM, Jakarta - Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kebocoran Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka Anas Urbaningrum mulai beraktivitas pada hari ini, Rabu (27/2/2013).

Meski belum ada yang diperiksa, ada beberapa hasil rapat Komite Etik yang dimulai sejak pukul 10.00 hingga 16.00 WIB itu. Poin pertama yaitu pembentukan kepemimpinan di dalam Komite. Dalam pembentukan tersebut disepakati Komite Etik kali ini dipimpin Anies Baswedan. "Kita membuat daftar item yang harus kita kerjakan," ujar Anies Baswedan, Rabu petang.

Komite Etik juga mendengarkan laporan Pengawas Internal yang telah bekerja sebelum pembentukan Komite Etik. Tujuannya untuk memberikan info kepada Komite secara lengkap. "Jadi hari ini posisinya mengetahui konstruksi masalah secara lengkap," ujar Rektor Universitas Paramadina. [man]

Pembocor Sprindik Dapat Dipidanakan


INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komite Etik Anies Baswedan menegaskan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kedapatan membocorkan draf administrasi surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama Anas Urbaningrum, dapat dipidanakan.

"Kalau ada unsur pidananya akan dipidana sebagaimana prosedurnya," ujar Anies, Kamis (28/2/2013). Anies mengatakan, jika ternyata salah satu pimpinan terbukti sebagai pihak yang membocorkan sprindik tersebut, Komite Etik akan melaporkan hasil itu kepada penegak hukum. "Kalau ada unsur pidananya kita akan laporkan," kata Anis.

Namun, Anis tak mau menyebut apakah laporan itu akan ditujukan ke Polri atau tidak. Dia berharap, jika hal tersebut terjadi, pimpinan mampu legowo untuk mengikuti proses hukum pidana. [mvi]

Yusril Siap Dampingi Anas


INILAH.COM, Jakarta - Pejabat pemerintah yang terlibat kasus Korupsi ramai-ramai menjadikan bekas Menteri Hukum dan Ham sebagai pembela atau pengacara untuk menyelesaikan kasus. Namun tidak demikian tersangka Anas Urbaningrum yang sampai saat ini belum memilih Yusril sebagai tim pembela.

Namun ketika ditemui usai Deklarasi Perindo, Yusril mengaku siap membantu Anas Urbaningrum jika dirinya diperlukan.

"Tidak sampai hari belum ada pembicaraan ke arah situ, pak Anas sudah punya pengacara pak Firman Wijaya ada pak Patra M Zen, Denny Kailiman ,belum ada yang mengubungi saya, kalau saya ini barangkali akademisi, ilmuwan, kalau pengacara beliau ingin konsultasi yah dengan senang hati, kalau SBY tanya saya jawab,"ungkapnya, Minggu (24/2/2013).

Meskipun demikian, jika Anas meminta Yusril menjadi tim pembela, ia menegaskan tidak akan langsung terlibat dengan perkara tersebut.

"Saya tidak akan langsung terlibat perkara itu, saya sibuk banyak case saya tangani, biarlah, sudah banyak pengacara yang menangani itu, saya tidak perlu terlibat,"ucapnya.

Ia berpandangan, kasus yang menimpa Anas, butuh penanganan secara mendalam, karena masalah politik dan hukum saling berkaitan.

"Saya pikir masalah politik dengan masalah hukum, butuh penangan lebih mendalam karena dua-duanya saling berkaitan satu sama lain,"pungkasnya.[jat]

Timwas Century: Wapres Boediono akan Kena


INILAH.COM, Jakarta - Tim Pengawas Century (Timwas) DPR meyakini Wakil Presiden (Wapres) Boediono akan terjerat hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus bailout Bank Century yang merugikan keuangan negara Rp6,7 triliun itu.

Anggota Timwas Century, Fahri Hamzah mengatakan, pihak Istana termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan bisa menyembunyikan dugaan keterlibatan Boediono dalam kasus tersebut.

"Bukan wilayah politik, ini wilayah hukum. Sampai kapan pun Boediono ini akan kena," tegas Fahri kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (28/2/2013).

Menurut Fahri, SBY menggunakan beberapa cara untuk menyembunyikan kasus yang melibatkan pihak Istana. Selain itu, ketua dewan pembina Partai Demokrat itu juga akan menjatuhkan lawan politiknya dengan menggunakan pihak lain. "SBY ini mukul orang, pakai tangan orang lain," tegas politikus PKS itu. [yeh]

Sumber Artikel : http://nasional.inilah.com/read/detail/1963077/timwas-century-wapres-boediono-akan-kena#.US8cYaIz2jY

Sodorkan Agus, SBY Dianggap Tak Paham Etika


INILAH.COM, Jakarta - Meski pernah ditolak DPR dalam fit & proper test calon Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali memilih Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai calon tunggal gubernur Bank Indonesia (BI).

Menanggapi hal itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengatakan, orang yang sudah ditolak seharusnya tidak kembali diusulkan Presiden. Sebab, hal itu akan menjadi masalah bagi citra DPR.

"SBY ini salah terus, karena sebetulnya orang yang ditolak itu seharusnya jangan dicalonkan. Karena ini menimbulkan polemik di DPR," kata Fahri, kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (28/2/2013).

Menurutnya, penyodoran Agus ke DPR untuk menjadi Gubernur BI menunjukkan bahwa Presiden SBY tidak paham dengan etika. "Istilahnya barang yang sudah ditolak, tapi SBY terus menyodorkan. SBY tidak pahan soal etika. Seharusnya SBY tidak melakukan itu, Istana ini tidak paham etika," tegas Fahri.

Selain Agus, kata Fahri, Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang mampu untuk menjabat Gubernur BI. "Banyak manusia dan ekonomi di tanah air ini yang mempunyai kemampuan," tuturnya.

Penunjukan Agus sebagai Gubernur BI sangat sarat politik. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami kasus bailout Bank Century yang diduga melibatkan Wakil Presiden Boediono.

Namun, penetapan Agus sebagai Gubernur BI tetap tidak akan bisa menyelamatkan Boediono dari jeratan hukum di KPK. "Apapun alasannya tapi istana itu tidak bisa selamatkan Boediono," tegasnya.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan terus menyelidiki keterlibatan Dewan Gubernur Bank Indonesia terkait keterlibatan dalam kasus Cantury. Termasuk keterlibatan Wakil Presiden Boediono.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, pihaknya akan mendalami keterlibatan Dewan Gubernur termasuk Boediono dari mantan Deputi BI Budy Mulya. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan Boediono akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Kalau sudah diperiksa bisa dipastikan keterlibatan dewan gubernur lain termasuk gubernur (Boediono). Kita butuh keterangan TSK (Budy Mulya)," kata Abraham, dalam rapat dengan Timwas Century, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/2/2013).

"Kalau laporan dicermati dalam kasus posisi. Disitu sudah dijelaskan penetapan BM dan kawan-kawan. KPK butuh bukti akurat untuk menetapkan dewan gubernur yang lain," lanjutnya. [rok]

Sumber Artikel : http://nasional.inilah.com/read/detail/1962997/sodorkan-agus-sby-dianggap-tak-paham-etika#.US8bzqIz2jY

Nazar, Ibas & Gebrak Meja SBY


INILAH.COM, Jakarta - Kenapa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum selalu menyebut nama Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin ketika menyinggung dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam kasus Hambalang?

Karena, Amir ikut dalam rapat Dewan Kehormatan yang digelar pada Mei 2011. INILAH.COM telah memberitakan pertemuan tersebut pada Kamis 18 Agustus 2011, dengan judul berita "Nazar Ajak 'Damai', SBY Gebrak Meja".

Anas yang saat itu masih menjadi ketua umum, mengantarkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin yang dipanggil Ketua Dewan Kehormatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Puri Cikeas Indah, Jawa Barat.

Secara langsung, Nazar meminta agar dirinya tidak dijadikan korban dalam kasus wisma atlet SEA Games. Bahkan, ia menggertak dan mengancam SBY terkait kasus korupsi yang menyangkut elite partai, nama Ibas disebut menerima uang.

SBY kaget melihat sikap Nazar. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut membentak. "Saudara jangan mendikte, saya tidak bisa didikte!" tegas sumber INILAH.COM menirukan pernyataan SBY.

Kemudian, SBY menantang Nazar untuk membongkar semua kasus. SBY meninggalkan ruangan dan menyatakan rapat Dewan Kehormatan ditutup.

Sekarang, Anas yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembangunan kompleks olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, mirip Nazar. Ia tidak mau sendirian, ingin menyeret yang lain.

Yang membedakan Nazar dan Anas. Nazar ceplas-ceplos, tidak sungkan menyebut nama seseorang, meskipun belum tentu terbukti kebenarannya.

Sedangkan, Anas belum mau membeberkan dugaan keterlibatan Ibas. Seperti statusnya di BlackBerry Messenger (BBM) kemarin 'Nabok Nyilik Tangan'. Ia terkesan ingin membuat polemik, dengan menunjuk Amir yang pantas lebih dulu menjelaskan dugaan keterlibatan Ibas.

Anas menuding, Ibas pun membantah. Wajar hal itu terjadi. Dulu, saat dituduh Nazar pun, Anas membantah. Bahkan, mantan Ketua Umum HMI tersebut mengeluarkan pernyataan menghebohkan "Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas".

Mana yang benar dan yang tidak, lebih baik diserahkan ke proses hukum yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang jelas, sikap SBY yang menantang Nazar membuka kasus kader Demokrat, termasuk anaknya sudah tepat. Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum. [rok]

Sumber Berita : http://nasional.inilah.com/read/detail/1963027/nazar-ibas-gebrak-meja-sby#.US8adaIz2jY

Wednesday, February 27, 2013

Mahfud: Wajar Saya Simpati pada Anas Urbaningrum

Anas Harus Hadapi Sebagai Kasus Hukum
TEMPO.COJakarta - Sejumlah kader Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Indonesia membela Anas Urbaningrum dalam menghadapi kasus gratifikasi yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud Md., menegaskan, dirinya termasuk kader yang tak membela Anas.
“Saya juga bersikap keras,” kata Mahfud kepada Tempo, Rabu, 27 Februari 2013. Namun, Mahfud mempersilakan upaya pembelaan terhadap Anas secara hukum. 

Mahfud mengatakan, kebanyakan media massa memuat pernyataan dari para pendukung Anas. Padahal banyak juga dari kader KAHMI yang tak mendukung. Ia mencontohkan saat pelantikan KAHMI dan kongres di munas Pekanbaru. “Sudah muncul gambar, bahkan sejumlah kader berteriak, ‘Bersihkan KAHMI dari koruptor.’”

Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat lalu. Mahfud Md. menyambangi Anas di rumahnya sehari setelahnya. Ketua Mahkamah Konstitusi itu membantah anggapan bahwa kunjungannya bermuatan politis. 

Kata dia, kunjungan itu merupakan bentuk empati dan simpati kepada sesama kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). ”Anas kader HMI, saya pimpinan KAHMI. Jadi, wajar saja,” katanya. 

NUR ALFIYAH

5 Alasan Mahfud Soal Kasus Hukum Anas Urbaningrum

Mantan ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.COJakarta - Tanpa kisruh bocornya surat perintah penyidikan ataupun peristiwa politik dalam Partai Demokrat, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menyatakan mampu melihat dengan jelas bahwa kasus Anas adalah kasus hukum. Dia sependapat bahwa koleganya di Himpunan Mahasiswa Islam itu harus menjadi tersangka. Berikut ini lima catatan yang diberikannya.

1. Sebanyak empat orang (Mindo Rosalina, Wafid Muharram, Muhammad Nazarudin, El Idris) sudah dihukum dalam kasus yang sama, yaitu suap dan korupsi dalam proyek Hambalang. 

2. Kasus ini juga menjerat tersangka "kelas kakap", yakni bekas Sekretaris Jenderal Partai Demokrat sekaligus Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng.

3. BPK menemukan negara merugi lebih dari Rp 240 miliar dalam kasus ini. “Itu sudah korupsi yang tak bisa dibantah.”

4. BPK menemukan penetapan anggaran proyek ini juga melanggar prosedur. “Pelanggaran hukum sudah ada.”

5. Tanah di Hambalang dibebaskan melawan hukum karena melibatkan partai politik. “Itu proyek negara, tapi yang mengurus partai.” 

NUR ALFIYAH

Anas Minta Amir Ungkap Gebrak Meja SBY di Cikeas

Tokoh lintas agama sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (kiri) berbincang dengan Anas Urbaningrum (kanan) di kediaman Anas di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Senin (25/2). ANTARA/Ridhwan Ermalamora Siregar

TEMPO.COJakarta -Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tetap meminta Amir Syamsuddin membeberkan hasil pemeriksaan Nazaruddin di Cikeas. "Ketika diperiksa tentu ada hasil pemeriksaan, apa hasil pemeriksaannya?" kata Anas. Amir dianggapnya sebagai sosok yang mengetahui detil penyidangan Nazaruddin di Cikeas. "Pak Amir memeriksa Nazar tahu detilnya."

Anas kembali mengungkapkan masalah ini pada wawancara singkat dengan wartawan di depan rumahnya, Duren Sawit, Rabu, 27 Februari 2013. Anas keluar dari istana untuk mengantar Bagir Manan yang bertamu ke rumahnya. Anas ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi. Ia pun berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.



Ketika dikonfirmasi, Amir membantah tuduhan Ibas menerima duit Hambalang, sekaligus menolak tantangan Anas untuk buka-bukaan soal pemeriksaan Nazaruddin di Cikeas. Anas pun menjawab. "Pasti (soal tuduhan korupsi Ibas) dibantah lah. Tapi saya minta itu saja (penjelasan persidangan Nazar di Cikeas)," kata dia. "Soal dibantah atau tidak, itu soal lain."

M. ANDI PERDANA

Mahfud MD: Negara Ini Mau Ambruk!



CISARUA- Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sempat mengunjungi kediaman Anas Urbaningrum di Jalan Teluk Langsa, Duren Sawit, Jakarta Timur. Mahfud yang juga ketua presidium KAHMI ini bersimpati atas kasus yang menimpa Anas. Tapi, Mahfud membantah bila dirinya akan melindungi Anas.

“Anas itu adik saya, junior saya. Sebab itu saya berempati dan bersimpati. Dan saya melakukan hal yang sama kepada Bachtiar Chamsah ketika di penjara," kata Mahfud di Cisarua, Jawa Barat, Selasa (26/2/2013).

Lebih lanjut, Mahfud mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK dalam mengungkap kasus korupsi di Indonesia.

"Saya tegaskan, urusan hukum Anas itu tetap harus jalan. Saya termasuk orang yang keras. Pokoknya kalau sudah korupsi jangan diampuni. Siapapun dia. Apakah Anas atau bukan. Kalau korupsi sikat saja. Saya mengatakan begitu. Negara ini mau ambruk, jangan kalau teman korupsi kemudian ditutupi, itu tidak boleh," ucap Mahfud.

Mahfud juga akan memantau perkembangan kasus Anas baik di pengadilan maupun setelah vonis yang dijatuhkan kepada Anas. "Saya akan memantau. Jadi juga pendampingan hukum bukan mendampingi korupsinya, tapi mau meluruskan biar KPK juga tegas. Kalau korupsi sikat saja," pungkas Mahfud.

Berita Selengkapnya Klik di Sini- See more at: http://news.okezone.com/read/2013/02/26/339/767853/mahfud-md-negara-ini-mau-ambruk#sthash.NrS4w4D4.dpuf

Beredar Dokumen Bukti Ibas Terima USD900 Ribu

Dokumen bukti Edhie Baskoro terima uang (Foto: Fiddy/Okezone) - See more at: http://news.okezone.com/read/2013/02/27/339/768611/beredar-dokumen-bukti-ibas-terima-usd900-ribu#sthash.eY648UkE.dpuf


JAKARTA - Tudingan bahwa Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menerima uang dari PT Anugrah Nusantara, milik bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kian menguat.

Berdasarkan Document perusahaan milik Nazaruddin yang beredar di kalangan wartawan, dari data keuangan milik Yulianis yang merupakan direktur Keuangan PT Anugrah itu tercatat Ibas menerima uang sebesar USD900 ribu atau senilai Rp8 miliar lebih, yang dibagi dalam empat tahapan.

Pertama, pada tanggal 29 April 2010, Ibas menerima uang dua kali. Pertama sebesar USD500 ribu, lalu yang kedua USD100 ribu. Kemudian pada tanggal 30 April 2010, Ibas kembali menerima dua kali uang dari PT Anugrah Nusantara sebesar USD 200 ribu dan USD100 ribu.

Untuk diketahui, dalam wawancara di RCTI dini hari tadi, Mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum mengaku pernah ikut dalam pertemuan antara M. Nazaruddin dan politisi senior Demokrat, Amir Syamsuddin terkait proyek Hambalang.

Saat itu, Amir meminta keterangan Nazar terkait aliran uang Hambalang. Pada rapat itu, Anas mengaku hanya mendengarkan penjelasan Nazar kepada Amir.

Sementara itu saat dikonfirmasi, Ibas menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang dari Muhammad Nazaruddin terkait proyek Hambalang.

“Saya katakan tudingan tersebut tidak benar dan tidak berdasar. 1.000 persen saya yakin kalau saya tidak menerima dana dari kasus yang disebut-sebut selama ini," kata Ibas. Ibas menilai informasi yang bergulir seperti lagu lama yang kembali mengalun.

Berita Selengkapnya Klik di Sini- See more at: http://news.okezone.com/read/2013/02/27/339/768611/beredar-dokumen-bukti-ibas-terima-usd900-ribu#sthash.eY648UkE.dpuf

Kisah di Balik Wawancara Eksklusif Anas di RCTI

Mantan ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meninggalkan gedung di Dewan Pemimpin Partai Demokrat, Jakarta, (23/02). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO Jakarta:  Anas Urbaningrumakhirnya bersuara seputar kasus korupsi dan statusnya sebagai tersangka dalam wawancara eksklusif di RCTI pada Rabu dinihari, 27 Februari 2013. Banyak masyarakat menunggu-nunggu keterangan Anas. Tapi mengapa RCTI menayangkan wawancara berjudul 'Perlawanan Anas' itu pada dinihari, bukan di prime time?Dan mengapa RCTI yang dipilih Anas sebagai media pertama yang mewawancarainya?

Dihubungi Rabu 27 Februari 2013, Pemimpin Redaksi RCTI Arief Suditomo mengatakan penayangan waktu tengah malam itu disebabkan semua acara di RCTI sudah terjadwal rapi. Bagian pemberitaan, kata Arief, tidak bisa seenaknya meminta bagian programming untuk menayangkan wawancara khusus 'Perlawanan Anas' di prime time. 

"Apalagi acara-acara itu pasti sudah terikat dengan pihak ketiga yaitu pemasang iklan. Jadi susah buat kami menggeser-geser program yang sudah terjadwal," kata Arief. 

Proses permintaan wawancara dengan Anas sendiri berlangsung relatif cepat. Redaksi RCTI mengajukan permohonan wawancara pada Ahad, 24 Februari 2013, sehari setelah Anas berpidato mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. 

Setelah mendapat kepastian kalau Anas bersedia diwawancarai, Arief yang langsung mem-briefing tim redaksi yang ditugaskan memburu Anas. Wawancara  dilakukan pada Selasa pagi 26 Februari 2013. "Jadi inisiatif wawancara dari kami, bukan Anas," Arief menerangkan.

Dalam proses menjelang wawancara, Arief melanjutkan, Anas tidak membatasi pertanyaan-pertanyaan. Tidak ada titipan pertanyaan dari Anas dan Anas pun tidak meminta daftar pertanyaan sebelumnya. "Dalam prosesnya, kami tidak dipengaruhi Anas," ujar Arief.

Lalu, apa yang membuat Anas memilih diwawancarai eksklusif dengan RCTI? "Saya pikir pertimbangan audience share. Wajar Anas mau diwawancarai RCTI karena audience share RCTI tinggi," kata Arief. Menurut dia, audience share wawancara eksklusif itu cukup tinggi, yaitu 17 persen.

AMIRULLAH

Anas Bersedia Ungkap Peran Ibas dalam Hambalang

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (kiri) mengumumkan pengunduran dirinya dari anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/2/2013). Ibas mundur dari anggota DPR untuk fokus mengurus partai. KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN



JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku pernah ikut dalam pertemuan antara M Nazaruddin dan politisi senior Demokrat Amir Syamsuddin terkaitkasus Hambalang. Saat itu, Amir meminta keterangan Nazar terkait aliran uang Hambalang. Pada rapat itu, Anas mengaku hanya mendengarkan penjelasan Nazar kepada Amir.

Apakah Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas turut menikmati aliran dana Hambalang? "Pak Amir-lah yang lebih pas (menjelaskannya)," kata Anas singkat pada wawancara dengan RCTI, Rabu (27/2/2013).

Ketika kali pertama kasus Hambalang mencuat, Anas pernah dikabarkan membawa Nazar ke kediaman Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Pada pertemuan itu, Nazar dikatakan menyebut keterlibatan Ibas dalam kasus tersebut.
Anas menyebutkan, penjelasan Nazar terkait aliran uang Hambalang cukup mengejutkan. Anas mengatakan, beberapa orang memang turut menikmati uang Hambalang. Terkait nama-namanya, Anas tak menyebutkan.

Ketika dikejar dengan pertanyaan soal beredarnya tudingan bahwa Ibas turut menikmati uang yang diduga suap tersebut, Anas hanya menjawabnya secara singkat.

"Saya hanya ikut rapat dan mendengarkan. Jadi, kalau hadist, rawuh-nya Pak Amir. Kecuali Pak Amir pas ditanya tak mau menjelaskan, pemain penggantinya adalah saya," kata Anas.
Terkait penyelesaian kasus Hambalang, Anas meminta masyarakat menghormati proses hukum yang berjalan di KPK. Dia tak berada dalam posisi mendoakan dan mendorong orang lain untuk celaka.
Ketika ditanya apakah dirinya akan mengungkapkan orang-orang yang diyakininya menerima uang Hambalang, Anas kembali memberikan jawaban singkat.

"Ada tugas penting yang saya lakukan. Ukurannya adalah penting. Meski kecil, kita harus berpikir untuk hal-hal yang besar. Urusan-urusan, yang mungkin kurang penting, tidak akan saya lakukan. Tetapi, nanti tergantung pertimbangan-pertimbangan penting," kata Anas.

Menurutnya, segala pertimbangan masih terbuka. "Tidak ada yang titik. Yang ada adalah koma," katanya.

Kendati demikian, Anas menegaskan, dirinya memiliki standar etik terkait hal-hal yang akan diungkapkannya. Hal-hal yang diungkap, sambungnya, dapat bermanfaat bagi Partai Demokrat dan Indonesia.

Sebelumnya, terkait dugaan keterlibatannya, Ibas telah menyangkalnya. "Janganlah membawa isu dengan mengaitkannya ke saya. Semua itu ngawur dan diada-adakan. Semoga hukum tegak lurus," kata Ibas.

Ibas menyebut tudingan Nazar—bahwa dirinya pernah menyaksikan penyerahan uang Hambalang sebesar Rp 10 miliar—sebagai skenario politik.

"Seribu persen, saya ulangi, seribu persen, berita itu tidak benar," katanya.

Loyalis Anas di Partai Demokrat Diancam Dipecat


TEMPO.COSemarang - Ketua Partai Demokrat Jawa Tengah, Sukawi Sutarip, mulai menebar ancaman kepada beberapa Ketua Dewan Pimpinan Cabang yang berniat membela Anas Urbaningrum. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat ini kini sedang terbelit kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Sukawi menyatakan akan menindak tegas jika ada pengurus loyalis Anas yang memberi dukungan ke Jakarta. "Kalau datang untuk menengok sebagai kawan atau keluarga tidak masalah, tapi kalau sudah pejah-gesang (hidup-mati) ikut Anas, ya silakan keluar saja (dari Demokrat)," kata mantan Wali Kota Semarang ini, Rabu, 27 Februari 2013. 

Sukawi menyatakan tindakan tegas akan diberikan kepada kader yang memberi dukungan kepada Anas secara politis. Apalagi kader tersebut masih menganggap kasus Hambalang merupakan kasus yang dipolitisasi untuk menjerat Anas. Sukawi juga mengatakan, Anas telah mengundurkan diri dari posisi ketua umum.

Bahkan, Anas juga sudah mencopot jaket Partai Demokrat sehingga menjadi simbol ia telah keluar dari Demokrat. Sehingga, kata Sukawi, pengurus yang mendukung Anas secara politis maka juga harus keluar dari Partai Demokrat. "Kan, Anas sudah keluar, jadi jantan saja," kata Sukawi.

ROFIUDDIN

Pengacara Tak Tahu Anas Urbaningrum Cerita Soal Ibas dan Hambalang




TEMPO.COJakarta - Kuasa Hukum Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, mengaku tidak tahu pengakuan Anas soal keterlibatanSekertaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono dalam kasus Hambalang.
Firman mengatakan sedang fokus mempersiapkan langkah hukum bagi eks Ketua Umum Partai Demokrat itu usai ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pusat olahraga Hambalang. Dalam wawancara khususnya dengan RCTI, Anas mengindikasikan keterlibatan Ibas dalam kasus Hambalang.

“Saya tidak tahu soal wawancara tadi malam,” ujar Firman saat dihubungi oleh Tempo, Rabu, 27 Februari 2013. Menurut Firman, bisa saja ada spekulasi terkait pemberitaan yang diedarkan tadi malam. “Saat ini saya sedang fokus ke pendalaman hukum kasus,” kata Firman.

Firman mengaku sudah merumuskan beberapa langkah hukum untuk menangani kasus yang menjerat kliennya. “Itu yang sedang saya siapkan, soal hal lainnya saya belum tahu.” Sebelumnya, Anas Urbaningrum resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang oleh KPK.

Anas diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan proyek olahraga Hambalang dan proyek lainnya. Anas diduga melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Bekas kolega Anas, Muhammad Nazaruddin yang membeberkan hadial mobil tersebut. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut mengaku membeli mobil Harrier di PT Duta Motor pada 2009 dengan menggunakan uang dari PT Adhi Karya, kontraktor Hambalang. Duit itu berupa cek dari PT Pasific Putra Metropolitan bernilai Rp 520 juta dan uang tunai Rp 150 juta.

Nazar juga menyebut Anas menerima duit Rp 100 miliar dari proyek Hambalang. Uang ini dipergunakan untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010.

Dalam keterangannya kepada pers Sabtu lalu, Anas menyebut penetapannya sebagai tersangka adalah lembaran pertama. "Nanti akan kita baca bersama lembaran-lembaran berikutnya," kata Anas. Namun, Anas juga masih membantah keterlibatannya dalam proyek Hambalang. "Saya tidak pernah terlibat dalam pelanggaran hukum yang disebut sebagai korupsi proyek Hambalang."
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Follow Twitter

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls